AYAH

Ayah
(By:Ah.Mualif Sholeh)

Ketika aku tersenyum pada bintang
Kaupun tersenyum pada takdir
Ketika aku membelai malam
Kaupun melambai-lambai dunia
Ketika angin meraba benakku
Kaupun terlelap dalam senyuman
Saat itu..........
Hati terbelit dalam kalbu
Meringkih dalam tangis
Bergetar dalam selimut
Bergemuruh dalam takdir

Aku merasa........
Tak pernah merasakan belaian kasih sayangmu
Tak pernah menatap senyum permata indahmu
Andai aku bisa menahanmu,ayah
Akan terus ku peluk tubuhmu
Andai aku bisa mencarimu ayah
Akan ku cari dirimu
Meski lautan membentang kaku disana

TRADISI AQIQAH

TUGAS ASWAJA
DENGAN TEMA AQIQOH

Sebelum kita membahas lebih lanjut tentang aqiqoh, kita telusuri daluhu kata-kata aqiqoh. Kata 'Aqiqah berasal dari bahasa arab. Secara etimologi, ia berarti 'memutus'. 'Aqqa wi¢lidayhi, artinya jika ia memutus (tali silaturahmi) keduanya. Dalam istilah, 'Aqiqah berarti "menyembelih kambing pada hari ketujuh (dari kelahiran seorang bayi) sebagai ungkapan rasa syukur atas rahmat Allah swt berupa kelahiran seorang anak".
Aqiqoh adalah hewan yang disembelih karena kelahiran bayi untuk bertaqorrub (mendekatkan diri) kepada Allah Ta’ala dan bersyukur kepadaNya atas nikmat kelahiran.
Ada pula yang mengatakan bahwa ‘aqiqah itu asalnya ialah : Rambut yang terdapat pada kepala si bayi ketika ia keluar dari rahim ibu, rambut ini disebut ‘aqiqah, karena ia mesti dicukur.
Adapun hukum Aqiqoh para ulama berbeda pendapat apakah hukumnya wajib atau sunnah, namun kebanyakan ulama berpendapat bahwa hukumnya sunnah muakkadah (sunnah yang sangat ditekankan) yaitu; dua ekor kambing untuk bayi laki-laki dan seekor kambing untuk bayi perempuan.
Adapun dalil-dalil disunnahkannya Aqiqoh, diantaranya adalah :
Dari Salman bin Amir Adh-dhobiy Radhiallahu Anhu berkata telah bersabda Rasulullah Shallallaahu Alaihi Wa Ala Alihi Wa Sallam: Bersama tiap- tiap anak ada aqiqoh. (HR Bukhari,dll).

Dari Aisyah Radhiallahu Anha berkata : Rasulullah Shallallaahu Alaihi Wa Ala Alihi Wa Sallam memerintahkan kepada kami agar melakukan aqiqoh untuk bayi laki-laki dengan dua ekor kambing dan untuk bayi perempuan seekor kambing. (HR Ibnu Majah dan At Tirmidzi).
Dari Al Hasan bin Samuroh dari Nabi Shallallaahu Alaihi Wa Ala Alihi Wa Sallam bersabda : Tiap tiap anak (bayi) tergadaikan oleh aqiqohnya (HR Ibnu Majah dll dengan sanad shahih)
Adapun waktu pelaksanaan aqiqoh yang disunnahkan adalah menyembelihnya pada hari ketujuh dari hari kelahirannya, jika terlewatkan maka pada hari ke empat belas dan jika terlewatkan juga maka pada hari keduapuluh satu. Sebagaimana diriwayatkan dari Buraidah Radhiallahu Anha dari Nabi Shallallaahu Alaihi Wa Ala Alihi Wa Sallam bersabda : Aqiqoh itu disembelih pada hari ketujuh atau hari keempat belas atau hari kedua puluh satu (HR. Baihaqi dengan sanad shahih).
Cara menghitung hari ketujuh, contoh :
1. Bayi lahir pada hari Ahad jam 10 pagi, maka aqiqohnya dilaksanakan pada hari Ahad pekan depan. Karena hari Ahad yang merupakan hari kelahirannya tidak dihitung, dan hari Senin dihitung sebagai hari pertama kelahirannya.

2. Bayi lahir pada Senin dini hari pukul 2 malam, maka aqiqohnya dilaksanakan pada hari Ahad. Hari Senin yang merupakan hari kelahirannya dihitung karena dia lahir sebelum Fajar (Subuh).

3. Bayi lahir pada hari Senin setelah Fajar (Subuh), maka aqiqohnya dilaksanakan pada hari Senin pekan depan. Hari Senin yang merupakan hari kelahirannya tidak dihitung karena dia lahir setelah fajar (subuh).
Maksudnya adalah penyembelihan kambing aqiqoh tersebut pada hari ketujuh adapun memasak dan memakannya maka kapan saja boleh .Berkata Ibnul Qoyyim -Rahimahullah: Yang dimaksud dengan hari-hari ini (hari ketujuh), adalah karena hari hari tersebut adalah tingkatan pertama usia yang apabila bayi yang baru lahir telah menyempurnakannya maka berpindah kepada tingkatan kedua yaitu bulan kemudia tahun.
Adapun hukum aqiqoh setelah lewat hari keduapuluh satu, seperti kata para ulama jika tidak memungkinkan pada hari ketujuh maka pada hari keempat belas dan jika tidak memungkinkan maka pada hari keduapuluh satu, dan jika tidak memungkinkan juga maka kapan saja yang ia kehendaki. Ibnu Abi Syaibah meriwayatkan dari Ibnu Sirin Rahimahumullah berkata : Sekiranya aku tahu bahwa aku belum di aqiqohi pasti aku akan melaksanakan aqiqoh untuk diriku sendiri.
Adapun hukum menggabung aqiqoh dengan qurban, seperti kata Ibnul Qoyyim -Rahimahullah : Jika seseorang berqurban dan berniat sebagai aqiqoh dan qurban maka hal itu terjadi untuk keduanya sebagai mana seorang yang shalat dua rakaat dengan niat tahiyatul masjid dan sunnah maktubah (rawatib). Orang yang paling bertanggung jawab melakukan aqiqah adalah ayah dari bayi terlahir pada waktu kapan pun ia memiliki kesanggupan. Namun jika dikarenakan si ayah memiliki halangan untuk mengadakannya maka si anak bisa menggantikan posisinya yaitu mengaqiqahkan dirinya sendiri, meskipun perkara ini tidak menjadi kesepakatan dari para ulama.
Dari dua hal tersebut diatas maka ketika seseorang dihadapkan oleh dua pilihan dengan keterbatasan dana yang dimilikinya antara kurban atau aqiqah maka kurban lebih diutamakan baginya, dikarenakan hal berikut :
1. Perintah berkurban ini ditujukan kepada setiap orang yang mukallaf dan memiliki kesanggupan berbeda dengan perintah aqiqah yang pada asalnya ia ditujukan kepada ayah dari bayi yang terlahir.
2. Meskipun ada pendapat yang memperbolehkan seseorang mengaqiqahkan dirinya sendiri namun perkara ini bukanlah yang disepakati oleh para ulama.
Selain itu ada hukum aqiqoh untuk As-Siqt (kelahiran prematur / keguguran dan lahir dalam keadaan meninggal dunia) yaitu bayi yang meninggal dunia sebelum hari ketujuh disunnahkan juga untuk disembelihkan aqiqahnya, bahkan meskipun bayi yang keguguran dengan syarat sudah berusia empat bulan di dalam kandungan ibunya.
Aqiqah adalah syari’at yang ditekan kepada ayah si bayi. Namun bila seseorang yang belum di sembelihkan hewan aqiqah oleh orang tuanya hingga ia besar, maka dia bisa menyembelih aqiqah dari dirinya sendiri. Syaikh Shalih Al Fauzan berkata: Dan bila tidak diaqiqahi oleh ayahnya kemudian dia mengaqiqahi dirinya sendiri maka hal itu tidak apa-apa.
Oleh karena itu adapun hukum aqiqah setelah dewasa/berkeluarga namun demikian, jika ternyata ketika kecil ia belum diaqiqahi, ia bisa melakukan aqiqah sendiri di saat dewasa. Satu ketika al-Maimuni bertanya kepada Imam Ahmad, “ada orang yang belum diaqiqahi apakah ketika besar ia boleh mengaqiqahi dirinya sendiri?” Imam Ahmad menjawab, “Menurutku, jika ia belum diaqiqahi ketika kecil, maka lebih baik melakukannya sendiri saat dewasa. Aku tidak menganggapnya makruh”.Para pengikut Imam Syafi’i juga berpendapat demikian. Menurut mereka, anak-anak yang sudah dewasa yang belum diaqiqahi oleh orang tuanya, dianjurkan baginya untuk melakukan aqiqah sendiri.
Adapun jumlah hewan aqiqah minimal adalah dua ekor untuk anak laki-laki dan satu ekor untuk anak perempuan seperti dalam hadist ini. Dari Aisyah ra berkata, yang artinya: “Nabi SAW memerintahkan mereka agar disembelihkan aqiqah dari anak laki-laki dua ekor domba yang sepadan dan dari anak perempuan satu ekor.” (Shahih riwayat At Tirmidzi)







Gambar. Kambing Aqiqah
Adapun hal-hal yang disyariatkan sehubungan dengan ‘aqiqah adalah :
1. Pemberian Nama Anak



Tidak diragukan lagi bahwa ada kaitan antara arti sebuah nama dengan yang diberi nama. Hal tersebut ditunjukan dengan adanya sejumlah nash syari yang menyatakan hal tersebut.Ibnu Al-Qoyyim berkata:
“Barangsiapa yang memperhatikan sunah, ia akan mendapatkan bahwa makna-makna yang terkandung dalam nama berkaitan dengannya sehingga seolah-olah makna-makna tersebut diambil darinya dan seolah-olah nama-nama tersebut diambil dari makna-maknanya”.
Oleh karena itu, pemberian nama yang baik untuk anak-anak menjadi salah satu kewajiban orang tua. Di antara nama-nama yang baik yang layak diberikan adalah nama nabi penghulu jaman yaitu Muhammad. Sebagaimana sabda beliau : Dari Jabir Ra dari Nabi SAW beliau bersabda: “Namailah dengan namaku dan janganlah engkau menggunakan kunyahku”. (HR. Bukhori 2014 dan Muslim 2133)
2. Mencukur Rambut
Mencukur rambut adalah anjuran Nabi yang sangat baik untuk dilaksanakan ketika anak yang baru lahir pada hari ketujuh. Dalam hadits Samirah disebutkan bahwa Rasulullah saw. Bersabda:
Artinya: Setiap anak tergadai dengan aqiqoh yang harus disembelih pada hari ketujuh (dari hari kelahirannya) bersamaan dengan mencukur dan menamainya. (HR Bukhari, Abu Dawud dan Tirmizi)
Tidak ada ketentuan apakah harus digundul atau tidak. Tetapi yang jelas pencukuran tersebut harus dilakukan dengan rata; tidak boleh hanya mencukur sebagian kepala dan sebagian yang lain dibiarkan. Tentu saja semakin banyak rambut yang dicukur dan ditimbang semakin besar pula sedekahnya insya Allah.
Adapun hal-hal yang disunnahkan waktu melaksanakan aqiqah, diantaranya adalah:
1. Membaca basmalah.
2. Membaca sholawat atas Nabi.
3. Membaca takbir.
4. Membaca doa.

Artinya: Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, Ya Allah dari Engkau dan untuk Engkau aqiqah fulan (sebutkan nama anak yang diaqiqahi) ini aku persembahkan, maka terimalah dariku).
5. Disembelih sendiri oleh ayah dari anak yang diaqiqahkan.
6. Daging aqiqah dibagikan kepada fakir miskin dan tetangga setelah dimasak terlebih dahulu.
7. Pada hari itu anak dicukur rambutnya dan diberi nama dan bersedekah seberat rambut bayi yang baru dicukur dengan nilai 1/2 atau 1 dirham. Sebagian ulama berpendapat bahwa sedekah itu seberat timbangan rambut bayi dengan nilai harga emas/perak.
Doa bayi baru dilahirkan

Artinya : Aku berlindung untuk anak ini dengan kalimat Allah Yang Sempurna dari segala gangguan syaitan dan gangguan binatang serta gangguan sorotan mata yang dapat membawa akibat buruk bagi apa yang dilihatnya. (HR. Bukhari)
Adapun hikmah aqiqah menurut Syaikh Abdullah nashih Ulwan dalam kitab Tarbiyatul Aulad Fil Islam memiliki beberapa hikmah diantaranya :
1. Menghidupkan sunnah Nabi Muhammad SAW dalam meneladani Nabiyyullah Ibrahim AS tatkala Allah SWT menebus putra Ibrahim yang tercinta Ismail AS.
2. Dalam aqiqah ini mengandung unsur perlindungan dari syaitan yang dapat mengganggu anak yang terlahir itu, dan ini sesuai dengan makna hadits, yang artinya: “Setiap anak itu tergadai dengan aqiqahnya.” Sehingga Anak yang telah ditunaikan aqiqahnya insya Allah lebih terlindung dari gangguan syaithan yang sering mengganggu anak-anak. Hal inilah yang dimaksud oleh Al Imam Ibunu Al Qayyim Al Jauziyah “bahwa lepasnya dia dari syaithan tergadai oleh aqiqahnya”.
3. Aqiqah merupakan tebusan hutang anak untuk memberikan syafaat bagi kedua orang tuanya kelak pada hari perhitungan.
4. Merupakan bentuk taqarrub (pendekatan diri) kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala sekaligus sebagai wujud rasa syukur atas karunia yang dianugerahkan Allah Subhanahu wa Ta’ala dengan lahirnya sang anak.
5. Aqiqah sebagai sarana menampakkan rasa gembira dalam melaksanakan syari’at Islam dan bertambahnya keturunan mukmin yang akan memperbanyak umat Rasulullah SAW pada hari kiamat.
6. Aqiqah memperkuat ukhuwah (persaudaraan) diantara masyarakat.
7. Sarana memprokalmirkan kelahiran anak kepada lingkungannya.
8. Mempererat ikatan cinta masyarakat yang berkumpul menghadiri jamuan daging kambing aqeqah
10. Ikut meringankan masalah social dengan pembagian daging kambing aqiqah
11. Menghubugkan antara anak dan orang tuanya baik dalam do’a maupun syafaat di hari kiamat.
Adapun beberapa tips memilih hewan aqiqoh diantaranya adalah:
1. Disyariatkan hewan aqiqah dari jenis domba atau kambing aqiqah.
2. Umur hewan domba atau kambing aqiqah menurut kebanyakan ulama menyamakan dengan persyaratan hewan qurban yaitu yang sudah melewati setahun, atau minimal enam bulan yang bila dicampur tidak tampak bedanya.
3. Kesehatan, ternak tidak : buta walaupun sebelah; pincang yang nyata; kurus kering; terpotong ekor atau telinga lebih dari sepertiganya; ompong gigi karena tua atau sakit, lumpuh dan gila sehingga tidak bisa digembalakan.
4. Bukan cacat yang dilarang apabila tanduk patah, gigi lepas dalam masa pergantian, bulu rontok, sakit ringan dan luka kecil yang tidak membahayakan kelangsungan hidupnya.
5. Penyaluran boleh dalam keadaan mentah atau matang. Dengan mengadakan walimah ataupun sekedar menyalurkan hendaknya diutamakan dilingkungan bayi dibesarkan dengan tidak melupakan fakir, miskin dan anak yatim.
PENUTUP

A. Kesimpulan
1. Aqiqoh adalah hewan yang disembelih karena kelahiran bayi untuk bertaqorrub (mendekatkan diri) kepada Allah Ta’ala dan bersyukur kepadaNya atas nikmat kelahiran.
2. Para ulama berpendapat bahwa hukumnya sunnah muakkadah (sunnah yang sangat ditekankan) yaitu; dua ekor kambing untuk bayi laki-laki dan seekor kambing untuk bayi perempuan.
3. Adapun waktu pelaksanaan aqiqoh yang disunnahkan adalah menyembelihnya pada hari ketujuh dari hari kelahirannya, jika terlewatkan maka pada hari ke empat belas dan jika terlewatkan juga maka pada hari keduapuluh satu.
4. hukum aqiqah setelah dewasa/berkeluarga namun demikian, jika ternyata ketika kecil ia belum diaqiqahi, ia bisa melakukan aqiqah sendiri di saat dewasa.
5. Hal-hal yang disyariatkan sehubungan dengan ‘aqiqah yaitu pemberian nama Anak, Mencukur Rambut.
6. Adapun hal-hal yang disunnahkan waktu melaksanakan aqiqah, diantaranya adalah: membaca basmalah, membaca sholawat atas Nabi, membaca takbir, membaca doa, disembelih sendiri oleh ayah dari anak yang diaqiqahkan, daging aqiqah dibagikan kepada fakir miskin dan tetangga setelah dimasak terlebih dahulu, Pada hari itu anak dicukur rambutnya dan diberi nama dan bersedekah seberat rambut bayi yang baru dicukur dengan nilai 1/2 atau 1 dirham.
7. Adapun hikmah aqiqah yaitu Aqiqah memperkuat ukhuwah (persaudaraan) diantara masyarakat, sarana memprokalmirkan kelahiran anak kepada lingkungannya, mempererat ikatan cinta masyarakat yang berkumpul menghadiri jamuan daging kambing aqiqah, ikut meringankan masalah social dengan pembagian daging kambing aqiqah, menghubugkan antara anak dan orang tuanya baik dalam do’a maupun syafaat di hari kiamat, dll.
8. Adapun beberapa tips memilih hewan aqiqoh diantaranya adalah disyariatkan hewan aqiqah dari jenis domba atau kambing aqiqah, kesehatan, ternak tidak : buta walaupun sebelah; pincang yang nyata; kurus kering; terpotong ekor atau telinga lebih dari sepertiganya; ompong gigi karena tua atau sakit, lumpuh dan gila sehingga tidak bisa digembalakan,dll.





















DAFTAR PUSTAKA


Al-Bustoni, Mustofa Mahmud Adam.1997.Aqiqah.Yogyakarta:Titian Ilahi Press
Fadeli, Soeleiman dan Muhammad Subhan. 2007. Antologi NU. Surabaya: Khalista
Ardani, Muhammad.1992. Tradisi Keislaman. Surabaya: Al-Miftah
http://id.wikipedia.org/wiki/Aqiqah, Jumat 21 Januari 2011
http://www.rumahaqiqah.org/tuntunan_aqiqah.php?info=list#ta1, Jumat 21 Januari 2011
http://www.pesantrenvirtual.com/index.php/component/content/article/1-tanya- jawab/695-aqiqah-dan-qurban, Jumat 21 Januari 2011
http://kerockan.blogspot.com/2009/04/hukum-dan-tata-cara-aqiqah.html, Jumat 21 Januari 2011
http://www.duadunia.net/aqiqah, Jumat 21 Januari 2011

KONSEP ISLAM TENTANG KEJADIAN EKOLOGI
(LINGKUNGAN HIDUP)
PAPER
Diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan
Mengikuti Ujian Akhir Nasional (UAN)
Tahun 2010 / 2011

Oleh :
Ah. Mualif Sholeh
Nomor Induk : 20013
Pembimbing
M. Taufiq Wahyudi, S.Pd
NIP. 198207082007101001
JURUSAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL (IPS)
DEPARTEMEN AGAMA REPUBLIK INDONESIA
MADRASAH ALIYAH NEGERI (MAN)
TAMBAKBERAS JOMBANG
2010





Jombang, 01 Oktober 2010

Hal : Laporan Hasil Penelitian
Yth, Bapak Kepala
Madrasah Aliyah Negeri (MAN)
Tambakberas
Jombang

Assalamu’alaikum Wr. Wb.

Yang bertanda tangan di bawah ini :

Nama : M. Taufiq Wahyudi, S.pd
Jabatan : Guru MAN Tambakberas Jombang
Bertugas : Pembimbing Paper

Setelah kami mengadakan penelitian, pemeriksaan dan perubahan-perubahan seperlunya terhadap paper saudari

Nama : Ah. Mualif Sholeh
Kelas : XII IPS 1
Judul : Konsep Islam Tentang Kejadian Ekologi (lingkungan Hidup)

Kami ajukan paper tersebut, untuk disahkan sebagai persyaratan untuk mengikuti Ujian Akhir Nasional (UAN), Tahun Pelajaran 2010-2011 dan sebagai pelengkap untuk memperoleh Ijazah Madrasah Aliyah Negeri (MAN) Tambakberas Jombang.

Demikian harap menjadi maklum

Wassalamu’alaikum Wr.Wb.

Pembimbing




M. Taufiq Wahyudi, S.Pd
NIP. 198 207 082 007 101 001







SURAT PENGESAHAN
No :


Berdasarkan Nota Dinas dari Pembimbing Paper yang berjudul :Komsep Islam Tentang Kejadian Ekologi (lingkungan hidup), atas nama :

Nama : Ah. Mualif Sholeh
NIS : 20013
Kelas : XII IPS 1
Program pilihan : Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS)


MENGESAHKAN

Paper yang berjudul sebagaimana tersebut di atas, dapat digunakan sebagai persyaratan untuk mengikuti Ujian Akhir Nasional (UAN) MAN Tambakberas Jombang, Tahun Pelajaran 2010-2011



Jombang, 01 Oktober 2010




Drs. H. Ah. Sutari, M.Pd
NIP. 1314415738


MOTTO
 Ilmu tiada amalan bagaikan pohon yang tak berbuah.
 Anak desa bukan kendala untuk mencapai cita – cita.
 Tiada hari tanpa membaca buku.
 Ingatlah Allah di setiap detak jantungmu dan hadirkanlah Allah di hatimu.
 Hidup adalah pengapdian kepada Allah SWT dan kedua orang tua.
 Jangan menyia – nyikan waktu, karena waktu yang terlewati tak akan kembali lagi.
 Percaya diri adalah kunci rahasia utama menuju sukses.
 Jihad yang paling mulia dihadapan Allah adalah pengorbanan kebenaran didepan penguasa yang dholim.
 Kuat dan jayanya suatu umat adalah karena akhlak.
 Kesehatan selalu tampak lebih berharga setelah kita kehilangannya.
 Jenius adalah 1 % inspirasi dan 99 % keringat. Tidak ada yang dapat menggantikan kerja keras. Keberuntungan adalah sesuatu yang terjadi ketika kesempatan bertemu dengan kesiapan.
 Do all the goods you can, All the best you can, In all times you can, In all places you can, For all the creatures you can.
 Untuk apa kau hidup ???
PERSEMBAHAN
Paper ini saya persembahkan untuk :
 Kedua orang tua saya yang telah mendidik dan membesarkan saya hingga dewasa.
 Para kyai dan guru – guru yang dengan ikhlas memberi dan membekali petunjuk berupa ilmu dan membuat semangat ke dalam relung sanubari, untuk kelak menjadi anak yang penuh abdi dalam seribu bakti.
 Bapak Moh. Efendi, S.Pd selaku wali Kelas XII IPS 1.
 Bapak M. Taufiq Wahyudi, S. Pd. selaku pembimbing paper yang tidak henti-hentinya memberikan arahan kepada penulis.
 Kakakku yang tercinta yang selalu mengerti dan mendukung saya.
 Orang – orang yang selalu ku rindukan yang memberikan keceriaan dalam hidupku, yang selalu melebarkan senyumku, akan selalu saya banggakan,(mutiara).
 KR community…….

“Li I’lai Kalimatillah”
Bangsa dan Negara Tercinta



KATA PENGANTAR
بسم الله الرحمن الرحيم
Puji syukur selalu saya haturkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat, hidayah serta inayah – Nya kepada kita, sehingga saya dapat menyelesaikan tugas dari sekolah dengan penuh semangat dan mencurahkan segala kemampuan yang kami miliki.
Sholawat serta salam semoga tetap tercurahkan kepada kekasih Allah, sang revolusioner Nabi besar Muhammad SAW yang telah mengarahkan kita dari zaman kejahiliyahan yang penuh dengan kebodohan kepada zaman yang terang benderang yakni agama Islam.
Saya mengucapkan banyak terimakasih dengan sepenuh hati bahwa paper ini masih jauh dari kesempurnaan, karena saya hanyalah manusia biasa yang tidak luput dari kesalahan, sehingga masih banyak kekurangan disana sini. Untuk itu saya mengharapkan kritik dan saran yang membangun demi lebih sempurnanya dalam pembuatan paper ini, yang sangat berguna bagi saya untuk perbaikan – perbaikan selanjutnya.
Demikian mudah – mudahan uraian yang saya sajikan dapat bermanfaat bagi pertumbuhan dan perkembangan dalam menuju kea rah yang lebih maju. Apabila ada kekurangan atau kekhilafan saya mohon maaf.

Jombang, September 2010


Penulis.
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL i
HALAMAN PENGESAHAN ii
HALAMAN MOTTO iv
HALAMAN PERSEMBAHAN v
KATA PENGANTAR vi
DAFTAR ISI vii
BAB I PENDAHULUAN 1
A. Latar Belakang 1
B. Perumusan Masalah 2
C. Tujuan 2
D. Metode 3
E. Studi pustaka ………………………………………………….. 3
BAB II EKOLOGI MERUPAKAN NALURI ISLAMIYAH 4
ASAS DASAR EKOLOGI 4
A. Hubungan Allah Dengan Lingkungan 4
1. Persepektif Ekologis 4
2. Persepektif Islam 5
B. Hubungan Manusia Dengan Lingkungan 7
1. Persepektif Ekologis 8
2. Persepektif Islam 9


BAB III PENUTUP 12
A. Kesimpulan 12
B. Saran 13
DAFTAR PUSTAKA 14


BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Secara ekologis, manusia pada hakekatnya merupakan makhluk lingkungan (homo ekologis), artinya dalam melaksanakan fungsi dan posisinya sebagai salah satu sub dari ekosistem, manusia adalah makhluk yang memiliki kecenderungan untuk selalu mencoba dan mengerti akan lingkungannya. Kecenderungan seperti ini akan menjadi salah satu ciri utama manusia sebagai makhluk berakal sehat.
Meskipun secara naluri manusia memiliki potensi kepedulian ekologis, Namun pada tingkat aktualitasnya kepedulian ekologis manusia justru dikuasai oleh akalnya, sehingga pengembangan potensi ekologis pada dirinya tersebut memiliki kementakan, probability untuk bervariasi. Secara faktual perilaku ekologis manusia bukan bersifat eksklusif melainkan bersifat universal. Maksudnya, perlaku ekologis bukan milik masyarakat tertentu melainkan milik manusia. Hanya saja kadarnya berbeda-beda pada setiap komunitas (kelompok). Pada komunitas masyarakat yang belum maju , baik sains dan teknologinya, serta perindustriannya, tampak lebih kuat perilaku ekologis dan kearifan lingkungannya. Sehingga mereka dikatakan sebagai masyarakat berimbang, equilibrium society, dibandingkan dengan komunitas masyarakat maju (industialized). Pada komunitas maju, sifat kontra ekologis dan ketidakarifan lingkungan jauh lebih terlihat sehingga menjadi masyarakat yang kurang (tidak) seimbang.
“Problem lingkungan yang sudah setua umur dunia memang sangat kompleks, akan tetapi jika diteliti secara seksama sebenarnya bersumber pada 5 aspek, yaitu : aspek dinamika,kependudukan pengembangan sumber daya alam dan energi pertumbuhan, ekonomi, perkembangan science dan teknologi dan benturan terhadap lingkungan. Kelima persoalan tersebut saling kait mengait satu dengan lainnya sehingga menjadi problem serius” (M.T.Zened, 1980).
Agama islam sebagai supra struktur ideologis masyarakat muslim, diyakini memiliki nilai-nilai yang cukup intens dalam rekayasa lingkungan. Namun secara faktual tampilan perilaku ekologis dipermukaan masyarakat islam tampak bervariasi (beragam). Cukup banyak ayat-ayat Al-Qur’an dan hadist rasulullah SAW yang berbicara mengenai lingkungan. Baik dengan ungkapan langsung maupun tidak langsung atau dengan penceritaan ekologis. Hanya saja locusnya bervariasi dan tidak tersusun secara sistematis.
Dari hantaran atau gambaran di atas merupakan sekelumit ide dan realitas yang selama ini belum kita gali lebih jauh lagi. Hal tersebut pula yang melatar belakangi penulis paper ini, dengan mencoba mengangkat tema “Konsep Islam Tentang Kejadian Ekologi (lingkungan hidup)”.

B. Perumusan Masalah
Berdasarkan judul, latar belakang, maksud, dan tujuan diatas, maka beberapa konsep akan diulas dalam paper ini adalah permasalahan-permasalahan sebagai berikut:
a. Bagaimana hubungan Allah dengan lingkungan ?
b. Bagaimana Islam mengantar tentang adanya hubungan manusia dengan lingkungan ?

C. Tujuan
a. Untuk mengetahui hubungan Allah dengan lingkungan.
b. Untuk mengetahui Islam tentang adanya Tuhan dengan lingkungan serta manusia dengan lingkungan.

D. Metode
Metode merupakan suatu hal yang lebih mendasar daripada hasil dari laporan itu sendiri. Oleh sebab itu, dalam penyusunan karya tulis ini saya menggunakan studi pustaka yaitu cara mendapat data dengan mengambil atau membaca buku yang masih ada hubungannya dengan pokok bahasan.

E. Studi Pustaka
Teknik Pengumpulan Data
Data-data dalam penulisan ini diperoleh dari berbagai sumber melalui “Study Kepustakaan”, yaitu suatu metode untuk mendapatkan data dengan cara membaca buku-buku, majalah-majalah, surat kabar, atau dengan mencari sumber dalam internal yang ada hubungannya dengan judul di atas.


BAB II
EKOLOGI MERUPAKAN NALURI ISLAMIYAH
ASAS DASAR EKOLOGI
Secara umum masyarakat ekologis memahami bahwa yang dimaksud dengan lingkungan, environment adalah keseluruhan peri kehidupan di luar suatu organisme baik berupa benda mati maupun benda hidup (Soerjani, 1986). Oleh karena itu, ilmu yang mempelajari hubungan timbal balik antara makhluk hidup dengan seksamanya atau dengan makhluk mati di sekitarnya disebut ekologi (Odum, 1983). Pada dasarnya ekologi merupakan ilmu mumi yang mempertanyakan, menyelidiki, dan memahami prinsip dasar bagaimana alam bekerja, bagaimana keberadaan makhluk hidup dalam sistem kehidupan. Hasil jawaban dan pertanyaan-pertanyaan tersebut kemudian diabstraksikan dan dirumuskan dalam berbagai doktrin ekologi yang lazim disebut asas dasar ekologi.
Meskipun masyarakat ekologi, ecologist, society, yakni masyarakat ekologis teoritis menyadari bahwa lingkungan hakikatnya mencakup keseluruan biosfer diluar suatu organism, yakni masyarakat ekologi aplikatif cenderung mempersempit wacana lingkungan (Otto, S. 1994).
A. HUBUNGAN ALLAH DENGAN LINGKUNGAN
1. Persepektif Ekologis
Berdasarkan sistem keyakinan masyarakat ekologis tentang hakekat lingkungan yang antroposentris, maka dapat diterangkan bahwa masyarakat ekologi cenderung tidak mengaitkan hubungan antar Allah dengan lingkungan. Kenyataan menunjukkan bahwa masyarakat ekologi merupakan bagian integral dari masyarakat IPTEK Barat modern. Sedangkan masyarakat barat modern sudah memutuskan hubungan dengan Allah.

Adapun penyebab absteinnya masyarakat ekologis dalam pembicaraan keterhubungan Allah dengan lingkungan setidaknya ada dua yakni: Pertama, kondisi mainstream sosiokultural masyarakat IPTEK Barat modern yang mengembangkan teologi kematian Allah. Kondisi masyarakat demikian inilah yang notabene menjadi institusi tumbuh dan berkembangnya masyarakat ekologi. Oleh karena itu, wajar jika kemudian masyarakat ekologi terbawa arus besar teologi kematian Allah. Kedua, masyarakat ekologi sendiri sebenarnya memiliki sistem teologi yang sudah berurat akar bahwa pengkajian terhadap proses bergeraknya sunnah lingkungan ini lebih bermanfaat dibandingkan dengan pekerjaan terhadap proses terjadinya lingkungan. Dengan ungkapan lain, masyarakat ekologi cenderung mengkaji fenomena lingkungan yang suda jadi yakni proses bergeraknya hukum alam.
Kalaupun masyarakat ekologis mencoba menelaah proses terjadinya lingkungan, mereka mengunakan pendekatan naturalisme. Sebab telaah terhadap masalah khusus berkisar lingkungan jadi diproyeksikan bahwa kasus dan problem lingkungan itu berjalan menurut hukum lingkungan dan harus diatasi dengan kaidah pengelola lingkungan. Dengan ungkapan lain, problem atau kasus lingkungan yang dihadapi ditelaah, dicari, dan dicermati penyimpangan perilaku ekologis sub sistem dalam ekosistem.
2. Persepektif Islam
Berbeda dengan khazanah ekologi yang ateitis, dalam khazanah ekoteologi Islam, meyakini bahwa hubungan Allah dalam lingkungan terjalin secara harmonis dan berkesinambungan dalam waktu serta ruang yang tidak terbatas. Artinya, Islam memiliki teologisistematik tentang hubungan Allah dengan lingkungan.Hubungan Allah dengan lingkungan mengacu pada hubungan structural yaitu Allah sebagai pencipta lingkungan dan Allah sebagai Pemilik serta hubungan fungsional Allah sebagai Pemelihara lingkungan.


3. Tujuan Allah Menciptakan Lingkungan
Berbeda dengan konsep ekologi sekuler, sistem teologi Islam tentang lingkungan bertitik tolak dari fenomena proses terjadinya lingkungan, bukan berangkat dari fenomena lingkungan jadi.
a. Berkonotasi Allah Pencipta Segala Yang Ada
Term yang digunakan untuk konotasi Allah pencipta segala yang ada, lingkungan adalah term khaliqun. Term khalikun digunakan sebanyak 4 kali yang seluru konotasinya semakna dengan; “Allah adalah pencipta segala yang ada” salah satunya tersebut sebagai berikut: Q. 6 (Al-An’am: 102)
ذﻠﻜﻢﺍﷲﺮﺒﻜﻢﻻﺇﻠﻪﺍﻻﻫﻢﺨﺎﻠﻖﻜﻞﺸﯿﺊﻔﺎﻋﺒﺪﻮﻩﻮﻫﻮﻋﻠﻰﻜﻞﺸﯿﺊﻮﻜﯿﻞ
“Yang demikian itu adalah Allah Allahmu. Hanyalah dia Allah sang pencipta segala yang ada, maka sembahlah dia. Dia adalah Sang Hyang pemelihara yang ada.”
b. Berkonotasi Pemantapan Inti Teologi Lingkungan
Inti teologi lingkungan adalah keyakinan yang utuh bahwa Allah adalah pencipta segala yang ada. Untuk menumbuhkan kemantapan inti teologi lingkungan, Allah menggunakan gaya retorik dalam menyampaikan pesan teologis Qur’aniyah kepada audiensnya. Q. 29 (Al – Ankabut : 61)
ﻮﻠﺌﻦ ﺴﺄﻠﺘﻬﻢ ﻤﻦ ﺨﻠﻖ ﺍﻠﺴﻤﻮﺍﺖ ﻮﺍﻷﺮﺾ ﻮﺴﺨﺮ ﺍﻠﺸﻤﺲ ﻮﺍﻠﻘﻤﺮ ﻠﻴﻘﻮﻠﻦ ﺍﻠﻠﻪ ﻔﺄﻦ ﻴﺆ ﻔﻜﻮﻦ
“Jika mereka ditanya siapakah yang menciptakan lingkungan dan yang mengendalikan rembulan dan mentari? Mereka pasti menjawab: Allah, tetapi sayang mereka masih saja terkecoh.”


c. Berkonotasi Aksentuasi Kemahaciptaan Allah.
Menurut Sirajuddin Dzar , yang dimaksud dengan aksentuasi Kemaha Penciptaan Allah adalah Allah memiliki kemampuan menciptakan sesuatu diluar tradisi kelaziman dalam ukuran penalaran ilmiah manusia. Data pendukung yang digunakan sebagai penopang kemaknaan demikian adalah kasus penciptaan manusia yang kemudian menjadi salah satu komponen lingkungan. Penciptaan manusia yang dilakukan oleh Allah dan menunjukkan Kemaha-Penciptaan-Nya adalah kasus penciptaan Nabi Isa as. Yang diabadikan dalam goresan tinta emas Al-Qur’an surat Al-Imran ayat 47. Dalam ayat tersebut terungkap aksentuasi Kemaha-Penciptaan Allah bahwa Nabi Isa as. Hanya lahir beribu tanpa ayah. Dengan demikian kelahiran Nabi Isa as. Menyimpang dari kelaziman penalaran ilmu biologi yang berkembang dikalangan manusia.
d. Proses Penciptaan Lingkungan
Jika dicermati secara seksama terhadap ayat-ayat Al-Qur’an tentang proses penciptaan lingkungan adalah bukan pada dimensi teknis. Al-Qur’an tidak memberikan penjelasan secara rinci tentang penciptaan lingkungan itu berasal dari materi, bahan baku, yang sudah ada atau berasal dari tiada. Hal ini patut diduga bahwa setting ruang dan waktu secara sosiokultural di masa Al-Qur’an diturunkan penjelasan tentang dimensi teknis penciptaan lingkungan belum menuntut untuk dipikiran lebih detail oleh Allah dan Rasul-Nya. Kenyataan obyektif ini dikemudian hari menjadi lahan subur bagi pengembaraan intelektual muslim untuk merumuskan pemikiran tentang teknik proses penciptaan lingkungan. Maka berkembanglah konsep intelektualisasi tentang proses teknik penciptaan lingkungan yang berasal dari para filsuf, teolog, mistikus, dan sainstis muslim dengan pendekatan sesuai dengan bidang keahlian masing-masing.
B. HUBUNGAN MANUSIA DENGAN LINGKUNGAN
Secara ekofilosofis hubungan manusia dengan lingkungan merupakan suatu keniscayaan. Artinya, antara manusia dengan lingkungan terdapat keterhubungan, keterkaitan dan keterlibatan timbal balik yang tidak dapat ditawar. Lingkungan dan manusia terjalin sedemikian eratnya antara satu dengan lainnya. Sehingga manusia tanpa keterjalinannya dengan lingkungan tidak dapat dibayangkan dan tidak dapat pula difikirkan bahkan tidak ada. Keterjalinan manusia dengan lingkungan adalah bersifat dinamis. Maksudnya, keterjalinan manusia dengan lingkungan merupakan keterjalinan sadar yang dihayati dan dijadikan akar serta inti kepribadiannya.
1. Persepektif Ekologis
Jika dikaji dengan pendekatan structural ekologis, maka hubungan structural antara manusia dengan lingkungan telah mengalami evolusi. Evolusi hubungan tersebut ternyata bukan hanya 2 tahab melainkan 4 tahab, yakni: tahab ekosentris, transisisonal, antaroposentris dan holistis.
Tahap pertama, pada mulanya dalam hubungan dengan lingkungan manusia masih bersifat alami kerena manusia merasa bahwa lingkungan merupakan pusat segala – galanya, manusia merupakan bagian dari lingkungan. Pandangan seperti ini dapat disebut sebagai ecocentrisme. Artinya, seluru komponen lingkungan harus serampak menjadikan lingkungan sebagai muara segala aktivitasnya. Semua komponen dalam lingkungan termasuk manusia harus mengabdi pada lingkungan. Sebab, manusia hakekatnya adalah milik lingkungan dan bagian integral dari lingkungan.
Tahap kedua, pada tahapan ini manusia merasa dalam berhubungan dengan lingkungan manusia perlu mengunakan perangkat banti. Hal ini disebabkan oleh meningkatnya pengetahuan manusia tentang lingkungan selaras dengan laju peningkatan kebuAllah hidupnya. Manusia merasa sebagai bagian dari lingkungan yang memiliki kelebihan dibanding unsur lingkungan yang lain. Tahapan ini muncul secara alami sebagai akibat bawaan dari evolusi yang mengalir secara linier dan perlahan-lahan.
Tahap ketiga, pada tahap ini manusia merasa dirinya bukan lagi bagian dari lingkungan melainkan sebagai bagian di luar lingkungan. Pandangan ini lazim disebut sebagai eksklusivisme. Manusia merasa dirinya sebagai makhluk istimewa, super being, dan sebagai penguasa absolut lingkungan. Oleh karena itu, lingkungan dikuasai dan dikelola demi kepentingan manusia.
Tahap keempat, pada tahab ini manusia merasa bahwa di satu sisi dirinya memang merupakan bagian integral dari lingkungan, sisi lain manusia juga menyadari dirinya memiliki kelebihan berupa akal dan kebebasan dibandingkan dengan komponen lain dalam lingkungan. Oleh karena itu, manusia dalam mengelola lingkungan merasa harus memperhatikan kepentingan lingkungan secara simultan (Abdullah, M. 2001).
1 Persepektif Islam
Secara struktural hubungan manusia dengan lingkungan ditempatkan oleh ekoteologi Islam pada posisi yang proposional. Meskipun manusia merupakan bagian integral dari lingkungan, tapi ia bukan milik lingkungan dan bukan pula berasal dari lingkungan. Sebab, hakekatnya manusia dengan lingkungan adalah sama – sama berposisi sebagai karya cipta Illahi yang tergabung dalam satu kesatuan ekosistem. Manusia dengan lingkungan sama – sama memiliki kelebihan dan kekurangan. Kelebihan dan kekurangan ini menjadi lem perekat bagi akses ketergantungan dan keterhubungan yang niscaya dalam ekosistem antara manusia dan lingkuingan.
Rumusan demikian didasarkan pada landasan religius Islam Al – Qur’an, surat Al – An’am ayat 38 :
ﻮﻤﺎ ﻤﻦ ﺪﺍﺒﺔ ﻔﻰ ﺍﻻﺮﺾ ﻮﻻ ﻂﺌﺮ ﻴﻂﻴﺮ ﺒﺠﻨﺎﺤﻴﺮ ﺍﻻ ﺍﻤﻢ ﺍﻤﺜﺎﻠﻜﻢ ﻤﺎ ﻔﺮﻂﻨﺎ ﻔﻰ ﺍﻠﻜﺘﺐ ﻤﻦ ﺸﻴﺊ ﺜﻢ ﺍﻠﻰ ﺮﺒﻬﻢ ﻴﺤﺶﻮﻦ
“Semua komunitas flora dan fauna persis seperti komunitas manusia juga yang sama – sama diperhatikan oleh Allah SWT, dan kepada – Nyalah semua komunitas akan berhimpun.”
Tidak dapat dipungkiri bahwa keistimewaan manusia dibandingkan dengan makhluk lain adalah karena manusia merupakan makhluk multi dimensi. Realitas multidimensional inilah yang menempatkan manusia dalam posisi paling tinggi dan paling mulia dalam hirarki structural ekologis. Posisi ini dapat dicapai karena 2 hal. Yakni karena manusia memiliki potensi biotis fisik yang spesifik dan memiliki potensi ruhaniah yang berkembang secara dinamik. Dua hal ini cukup dominan membedakan manusia dengan makhluk lain dalam lingkungan.
a. Potensi Fisik
Dalam kaitanya dengan kelebihan biotis fisik ternyata manusia memiliki kelebihan dibandingkan dengan makhluk lain. Kelebihan tersebut setidaknya ada tiga yakni postur tubuh yang sempurna, kemampuan wicara yang sempurna, dan kemampuan adaptasi yang tinggi.
b. Potensi Spriritual
Dalam kaitanya dengan kelebihan manusia, secara ruhaniyah kenyataannya potensi ruhaniyah manusia ada 3 macam, yaitu potensi rasional, potensi moral, potensi spiritual tinggi.
• Potensi Rasional
Menurut Al-Qur’an yang dimaksud dengan kelebihan potensi rasional bagi manusia adalah manusia mampu memahami realitas konkrit alam dan lingkungan. Artinya, manusia merupakan makhluk yang dapat memahami hokum alam dan sunnah lingkungan, sehingga manusia mampu menguasai dan menundukkannya.
Selain ayat – ayat Al – Qur’an tersebut diatas terdapat pula hadits yang memperbincangkan kelebihan manusia dari aspek potensi rasionalnya sepeti hadits :
ﺇﺬﺃﺘﻘﺮﺏﺍﻠﻨﺎﺲﺒﺄﺒﻮﺍﺏﺍﻠﺒﺮﻮﺍﻷﻋﻤﺎﻞﺍﻠﺼﺎﻠﺤﺎﺖﻔﺘﻘﺮﺒﺖﺃﻨﺖﺒﻌﻘﻠﻚ
“Jika manusia pada umumnya mendekatkan diri pada Allah dengan media kebaikan dan amal sholeh, maka dekatilah Allah dengan akalmu.”
• Potensi Moral
Petensi rasional berkeja untuk memahami dimensi realitas fisik ilmiah, sedangkan potensi moral bekerja untuk memahami dimensi metafisis yang bersifat spiritual. Dengan demikian, penekanan pengembangan salah satu dari 2 aspek tersebut akan menimbulkan ketimpangan yang serius. Pengembangan potensi penalaran dengan mengesampingkan ikatan moral akan menghasilkan IPTEK liar dan banal karena manusia dikuasai oleh hawa nafsunya. Sebaliknya, jika pengembangan potensi moral mengesampingkan keterkaitannya dengan pengembangan rasional akan menjadikan manusia terjebak dalam kubangan normalitas yang memiliki kesadaran moral cukup tinggi tetapi tidak menguasai IPTEK. Oleh karena itu, kedua potensi ruhaniah manusia tersebut harus dikembangkan secara simultens agar berkembang IPTEK yang bermoral.
Al – Qur’an memperkenalkan manusia sebagai makhluk bermoral dengan menggunakan berbagai term, yakni term suara hati dan nurani, tanggung jawab, dan kebebasan atau kesadaran diri.
• Potensi Spiritual Religius
Manusia dikatan sebagai makhluk spiritual karena walaupun manusia makhluk materi, tetapi ia merupakan makhluk yang memiliki kemampuan berhubungan secara ruhaniah dengan Allah SWT yang immateri. Inti keberagaman manusia adalah pengakuan bahwa Allah itu benar – benar ada dan dipercayai sebagai Sang Hyang Adi Kodrati. Dengan ungkapan lebih lugas dapat dikatakan bahwa manusia secara naluriah dan nalariah memiliki potensi spiritual.

Wawasan islam tentang hakekat manusia yang demikian dapatlah kiranya dijadikan landasan untuk merumuskan peran fungsional, nichel, ekologis manusia dalam lingkungan antara lain :
 Manusia eksekutif pengelola lingkungan.
 Manusia pelestari lingkungan.
 Manusia pelindung penyangga kehidupan ekosistem.


BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Bagaimana kajian singkat yang diuraikan dalam makalah ini maka dapat diambil kesimpulan antara lain sebagai berikut:
• Perilaku ekologi masyarakat yang merupakan cerminan bahkan merupakan pengejawentahan dari sistem keyakinan yang bersemayam dalam lubuk hati mereka. Oleh karena itu, jika sistem keyakinannya pro ekologis maka perilaku kearifan keyakinannya akan tinggi. Sebaliknya, jika sistem keyakinannya kontra ekologis, maka perilakunya pun akan menentang sunnah lingkungan. Betapa pun islam memiliki sistem teologi tentang lingkungan, namun ternyata baru bersifat potensial tentatif teologis paradigmatik. Artinya, Islam belum memiliki konsep ekoteologi Islam berpeluang untuk diapresiasikan secara positif baik secara ilmiah akademis maupun ilmiah aplikatif.
• Manusia adalah makhluk dimensi yang makhluk berdimensi biotik, rasional, moral dan sepiritual. Sehingga niche ekologis manusia tidak sama dengan makhluk lainnya. Manusia ditempatkan secara proposional dalam lingkungan bukan sebagai penguasa lingkungan tetapi sebagai salah satu komponen ekosistem yang memiliki kelebihan disbanding komponen lainnya.Akan tetapi justru dengan kelebihan tersebut manusia memiliki tanggung jawab sebagai pengelola, pelestari dan pelindung lingkungan. Niche ekologis manusia dipertangung jawabkan manusia bukan hanya secara ekologis belaka melainkan juga dipertanggung jawabkan secara sepiritual kepada Allah Sang Pencipta, Pemilik dan Pemelihara lingkungan.


A. Saran
Tercipta ekologi (lingkungan hidup) bukan sebuah ketersengajaan akan tetapi dibalik semua itu ada Allah Sang Maha Pencipta, Pemilik, dan Pemelihara lingkungan. Oleh karena itu, kita sebagai makhluk hidup harus meyakininya. Dan jangan pernah sekali-kali sebagai hamba menyombongkan diri akan nikmatnya.
Kita manusia adalah makhluk hidup yang menjadi khalifah di muka bumi. Oleh karena itu, manusia memiliki kelebihan disbanding komponen lainnya. Maka dari itu kita harus melestarikan lingkungan hidup karena nantinya kita akan mempertanggung jawabkan kepada Allah Sang Maha Pencipta, Pemilik, dan Pemelihara lingkungan.

DAFTAR PUSTAKA
 Abdillah, Mujiyono. 2001. Agama Ramah Lingkungan: Persepektif Al – Qur’an. Paramadina. Jakarta.
 Odum, Eugene P. 1983. Basic Ekology Sounders College Publishing. USA
 Soemarworo, Otto. 1994. Ekologi Lingkungan Hidup dan Pembangunan. Djambatan, Jakarta.
 Soejarni. 1986. Ekologi Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Industruonalisasi. Prisma. Jakarta.